TUGAS “UU NO.24 TAHUN 2007”
TUGAS
“UU NO.24 TAHUN 2007”
Oleh :
Nama :Adirman jaya laia
NIM :18612010034
Dosen
:Syafrilnaldi S,E.M,M
YAYASAN PENDIDIKAN PASAMAN
STIE PASAMAN 2021
JUDUL
SUMBER UU NO.24 TAHUN 2007
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
A. LATAR BELAKANG
Pertimbangan
pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
adalah:
- bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan
pelindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan atas
bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan
Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
- bahwa wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang
disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat
menghambat pembangunan nasional;
- bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana yang ada
belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak
sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa
Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara
terencana, terkoordinasi, dan terpadu;
- bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu membentuk Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana;
UNDANG UNDANG TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan:
- Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
- Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.
- Bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
- Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
- Penyelenggaraan penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi.
- Kegiatan pencegahan bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan
dan/atau mengurangi ancaman bencana.
- Kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
- Peringatan dini adalah serangkaian
kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.
- Mitigasi adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
- Tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
- Rehabilitasi adalah perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi
atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
- Rekonstruksi adalah pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,
baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
- Ancaman bencana adalah suatu
kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana.
- Rawan bencana adalah kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
- Pemulihan adalah serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan
sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
- Pencegahan bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan
pihak yang terancam bencana.
- Risiko bencana adalah potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun
waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
- Bantuan darurat bencana adalah
upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan
darurat.
- Status keadaan darurat bencana
adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu
tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk
menanggulangi bencana.
- Pengungsiadalahorangataukelompokorangyangterpaksa
atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum
pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
- Setiap orang adalah orang
perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
- Korban bencana adalah orang atau
sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
- Pemerintah Pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah daerah adalah gubernur,
bupati/walikota, atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
- Lembaga usaha adalah setiap badan
hukum yang dapat berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap dan terus
menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
- Lembaga internasional adalah
organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan lembaga asing
nonpemerintah dari negara lain di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Penanggulangan bencana
berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 3
- Penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan:
- kemanusiaan;
- keadilan;
- kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
- keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian;
- ketertiban dan kepastian hukum;
- kebersamaan;
- kelestarian lingkungan hidup; dan
- ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Prinsip-prinsip dalam
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu:
- cepat dan tepat;
- prioritas;
- koordinasi dan keterpaduan;
- berdaya guna dan berhasil guna;
- transparansi dan akuntabilitas;
- kemitraan;
- pemberdayaan;
- nondiskriminatif; dan
- nonproletisi.
Pasal 4
Penanggulangan bencana
bertujuan untuk:
- memberikan pelindungan kepada
masyarakat dari ancaman bencana;
- menyelaraskan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada;
- menjamin terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh;
- menghargai budaya lokal;
- membangun partisipasi dan kemitraan
publik serta swasta;
- mendorong semangat gotong royong,
kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
- menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Pasal 5
Pemerintah dan pemerintah
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pasal 6
Tanggung jawab Pemerintah
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
- pengurangan risiko bencana dan
pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
- pelindungan masyarakat dari dampak
bencana;
- penjaminan pemenuhan hak masyarakat
dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar
pelayanan minimum;
- pemulihan kondisi dari dampak
bencana;
- pengalokasian anggaran
penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang
memadai;
- pengalokasian anggaran
penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan
- pemeliharaan arsip/dokumen otentik
dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Pasal 7
- Wewenang Pemerintah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
- penetapan kebijakan penanggulangan
bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;
- pembuatan perencanaan pembangunan
yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
- penetapan status dan tingkatan
bencana nasional dan daerah;
- penentuan kebijakan kerja sama
dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau
pihak-pihak internasional lain;
- perumusan kebijakan tentang
penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya
bencana;
- perumusan kebijakan mencegah
penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam
untuk melakukan pemulihan; dan
- pengendalian pengumpulan uang atau
barang yang bersifat nasional.
- Penetapan status dan tingkat
bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
memuat indikator yang meliputi:
- jumlah korban;
- kerugian harta benda;
- kerusakan prasarana dan sarana;
- cakupan luas wilayah yang terkena
bencana; dan
- dampak sosial ekonomi yang
ditimbulkan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan status dan tingkatan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan presiden.
Pasal 8
Tanggung jawab pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
- penjaminan pemenuhan hak masyarakat
dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan
minimum;
- pelindungan masyarakat dari dampak
bencana;
- pengurangan risiko bencana dan
pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan
- pengalokasian dana penanggulangan
bencana dalam anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai.
Pasal 9
Wewenang pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
- penetapan kebijakan penanggulangan
bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah;
- pembuatan perencanaan pembangunan
yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
- pelaksanaan kebijakan kerja sama
dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;
- pengaturan penggunaan teknologi
yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada
wilayahnya;
- perumusan kebijakan pencegahan
penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam
pada wilayahnya; dan
- penertiban pengumpulan dan
penyaluran uang atau barang pada wilayahnya.
BAB IV
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Pasal 10
- Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Lembaga Pemerintah
Nondepartemen setingkat menteri.
Pasal 11
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terdiri
atas unsur:
- pengarah penanggulangan bencana;
dan
- pelaksana penanggulangan bencana.
Pasal 12
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana mempunyai tugas:
- memberikan pedoman dan pengarahan
terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan
setara;
- menetapkan standardisasi dan
kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
- menyampaikan informasi kegiatan
kepada masyarakat;
- melaporkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
- menggunakan dan
mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
- mempertanggungjawabkan penggunaan
anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara;
- melaksanakan kewajiban lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
- menyusun pedoman pembentukan badan
penanggulangan bencana daerah.
Pasal 13
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana mempunyai fungsi meliputi:
- perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat serta efektif dan efisien; dan
- pengoordinasian pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Pasal 14
- Unsur pengarah penanggulangan
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a mempunyai fungsi:
- merumuskan konsep kebijakan
penanggulangan bencana nasional;
- memantau; dan
- mengevaluasi dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
- Keanggotaan unsur pengarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- pejabat pemerintah terkait; dan
- anggota masyarakat profesional.
- Keanggotaan unsur pengarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan
yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 15
- Pembentukan unsur pelaksana
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b
merupakan kewenangan Pemerintah.
- Unsur pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
- Keanggotaan unsur pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga profesional dan
ahli.
Pasal 16
Untuk melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, unsur pelaksana penanggulangan
bencana mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
- prabencana;
- saat tanggap darurat; dan
- pascabencana.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi, dan tata kerja Badan
Nasional Penanggulangan Bencana diatur dengan peraturan presiden.
Bagian Kedua
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Pasal 18
- Pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 membentuk badan penanggulangan bencana daerah.
- Badan penanggulangan bencana daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- badan pada tingkat provinsi
dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat
eselon Ib; dan
- badan pada tingkat kabupaten/kota
dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau
setingkat eselon IIa.
Pasal 19
- Badan penanggulangan bencana daerah
terdiri atas unsur:
- pengarah penanggulangan bencana;
dan
- pelaksana penanggulangan bencana.
- Pembentukan badan penanggulangan
bencana daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pasal 20
Badan penanggulangan
bencana daerah mempunyai fungsi:
- perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat, efektif dan efisien; serta
- pengoordinasian pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Pasal 21
Badan penanggulangan
bencana daerah mempunyai tugas:
- menetapkan pedoman dan pengarahan
sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi
secara adil dan setara;
- menetapkan standardisasi serta
kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
- menyusun, menetapkan, dan
menginformasikan peta rawan bencana;
- menyusun dan menetapkan prosedur
tetap penanganan bencana;
- melaksanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada wilayahnya;
- melaporkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam
kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
- mengendalikan pengumpulan dan
penyaluran uang dan barang;
- mempertanggungjawabkan penggunaan
anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan belanja daerah; dan
- melaksanakan kewajiban lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
- Unsur pengarah penanggulangan
bencana daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a
mempunyai fungsi:
- menyusun konsep pelaksanaan
kebijakan penanggulangan bencana daerah;
- memantau; dan
- mengevaluasi dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana daerah.
- Keanggotaan unsur pengarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- pejabat pemerintah daerah terkait;
dan
- anggota masyarakat profesional dan
ahli.
- Keanggotaan unsur pengarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan
yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 23
- Pembentukan unsur pelaksana
penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
huruf b merupakan kewenangan pemerintah daerah.
- Unsur pelaksana penanggulangan
bencana daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi:
- koordinasi;
- komando; dan
- pelaksana dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada wilayahnya.
- Keanggotaan unsur pelaksana
penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas tenaga profesional dan ahli.
Pasal 24
Untuk melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), unsur pelaksana penanggulangan
bencana daerah mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
- prabencana;
- saat tanggap darurat; dan
- pascabencana.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi, dan tata kerja badan
penanggulangan bencana daerah diatur dengan peraturan daerah.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 26
- Setiap orang berhak:
- mendapatkan pelindungan sosial dan
rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
- mendapatkan pendidikan, pelatihan,
dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
- mendapatkan informasi secara
tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
- berperan serta dalam perencanaan,
pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan
kesehatan termasuk dukungan psikososial;
- berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang
berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan
- melakukan pengawasan sesuai dengan
mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.
- Setiap orang yang terkena bencana
berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
- Setiap orang berhak untuk
memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh
kegagalan konstruksi.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 27
Setiap orang berkewajiban:
- menjaga kehidupan sosial masyarakat
yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
- melakukan kegiatan penanggulangan
bencana; dan
- memberikan informasi yang benar
kepada publik tentang penanggulangan bencana
BAB VI
PERAN LEMBAGA USAHA
DAN LEMBAGA INTERNASIONAL
Bagian Kesatu
Peran Lembaga Usaha
Pasal 28
Lembaga usaha mendapatkan
kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri
maupun secara bersama dengan pihak lain.
Pasal 29
- Lembaga usaha menyesuaikan
kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
- Lembaga usaha berkewajiban
menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas
melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik
secara transparan.
- Lembaga usaha berkewajiban
mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya
dalam penanggulangan bencana.
Bagian Kedua
Peran Lembaga Internasional
Pasal 30
- Lembaga internasional dan lembaga
asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana
dan mendapat jaminan pelindungan dari Pemerintah terhadap para pekerjanya.
- Lembaga internasional dan lembaga
asing nonpemerintah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan secara sendiri-sendiri,
bersama-sama, dan/atau bersama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan
memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat
setempat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana oleh lembaga internasional dan
lembaga asing nonpemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan
berdasarkan 4 (empat) aspek meliputi:
- sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat;
- kelestarian lingkungan hidup;
- kemanfaatan dan efektivitas; dan
- lingkup luas wilayah.
Pasal 32
- Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,
Pemerintah dapat:
- menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah
terlarang untuk permukiman; dan/atau
- mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak
kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
- Setiap orang yang hak kepemilikannya dicabut atau
dikurangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhak mendapat ganti
rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tahapan
Pasal 33
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas
3 (tiga) tahap meliputi:
- prabencana;
- saat tanggap darurat; dan
- pascabencana.
Paragraf Kesatu
Prabencana
Pasal 34
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan
prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a meliputi:
- dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
- dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Pasal 35
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam
situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a
meliputi:
- perencanaan penanggulangan bencana;
- pengurangan risiko bencana;
- pencegahan;
- pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
- persyaratan analisis risiko bencana;
- penegakan rencana tata ruang;
- pendidikan dan pelatihan; dan
- persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Pasal 36
- Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 huruf a ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
- Penyusunan perencanaan penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan.
- Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyusunan data tentang risiko
bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi
yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana.
- Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
- pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
- analisis kemungkinan dampak bencana;
- pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
- penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan
dampak bencana; dan
- alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang
tersedia.
- Pemerintah dan pemerintah daerah dalam waktu
tertentu meninjau dokumen perencanaan penanggulangan bencana secara
berkala.
- Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan
pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana.
Pasal 37
- Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf b dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang
mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi
bencana.
- Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
- pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
- perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
- pengembangan budaya sadar bencana;
- peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana; dan
- penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana.
Pasal 38
Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf c meliputi:
- identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap
sumber bahaya atau ancaman bencana;
- kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber
daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi
sumber bahaya bencana;
- pemantauan penggunaan teknologi yang secara
tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana;
- pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup; dan
- penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Pasal 39
Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan cara
mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana ke dalam rencana
pembangunan pusat dan daerah.
Pasal 40
- Rencana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (3) ditinjau secara berkala.
- Penyusunan rencana penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan.
- Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko
tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana
sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 41
- Persyaratan analisis risiko bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 huruf e disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
- Pemenuhan syarat analisis risiko bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dalam dokumen yang disahkan oleh pejabat
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan analisis risiko sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 42
- Penegakan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf f dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang
mencakup pemberlakuan peraturan tentang tata ruang, standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.
- Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan
dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar
keselamatan.
Pasal 43
Pendidikan, pelatihan, dan persyaratan standar
teknis penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf g dan h
dilaksanakan dan ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 44
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam
situasi terdapat potensi terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf b meliputi:
- kesiapsiagaan;
- peringatan dini; dan
- mitigasi bencana.
Pasal 45
- Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf a dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana.
- Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
- penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana;
- pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini;
- penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar;
- pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi
tentang mekanisme tanggap darurat;
- penyiapan lokasi evakuasi;
- penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran
prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan
- penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan
peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Pasal 46
- Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf b dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap
darurat.
- Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
- pengamatan gejala bencana;
- analisis hasil pengamatan gejala bencana;
- pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang;
- penyebarluasan informasi tentang peringatan
bencana; dan
- pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Pasal 47
- Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana.
- Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
- pelaksanaan penataan tata ruang;
- pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur,
tata bangunan; dan
- penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan
pelatihan baik secara konvensional maupun modern;
Paragraf Kedua
Tanggap Darurat
Pasal 48
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi:
- pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, dan sumber daya;
- penentuan status keadaan darurat bencana;
- penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
- pemenuhan kebutuhan dasar;
- pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
- pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pasal 49
Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi:
- cakupan lokasi bencana;
- jumlah korban;
- kerusakan prasarana dan sarana;
- gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan; dan
- kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Pasal 50
- Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana
daerah mempunyai kemudahan akses yang meliputi:
- pengerahan sumber daya manusia;
- pengerahan peralatan;
- pengerahan logistik;
- imigrasi, cukai, dan karantina;
- perizinan;
- pengadaan barang/jasa;
- pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau
barang;
- penyelamatan; dan
- komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan akses
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 51
- Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh
pemerintah sesuai dengan skala bencana.
- Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh
gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
Pasal 52
Penyelamatan dan evakuasi korban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf c dilakukan dengan memberikan pelayanan
kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui
upaya:
- pencarian dan penyelamatan korban;
- pertolongan darurat; dan/atau
- evakuasi korban.
Pasal 53
Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 huruf d meliputi bantuan penyediaan:
- kebutuhan air bersih dan sanitasi;
- pangan;
- sandang;
- pelayanan kesehatan;
- pelayanan psikososial; dan
- penampungan dan tempat hunian.
Pasal 54
Penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan, penempatan pada lokasi
yang aman, dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Pasal 55
- Pelindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf e dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan, dan psikososial.
- Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
- bayi, balita, dan anak-anak;
- ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
- penyandangcacat;dan
- orang lanjut usia.
Pasal 56
Pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf f dilakukan dengan memperbaiki
dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana.
Paragraf Ketiga
Pascabencana
Pasal 57
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap
pascabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c meliputi:
- rehabilitasi; dan
- rekonstruksi.
Pasal 58
- Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf a dilakukan melalui kegiatan:
- perbaikan lingkungan daerah bencana;
- perbaikan prasarana dan sarana umum;
- pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
- pemulihan sosial psikologis;
- pelayanan kesehatan;
- rekonsiliasi dan resolusi konflik;
- pemulihan sosial ekonomi budaya;
- pemulihan keamanan dan ketertiban;
- pemulihan fungsi pemerintahan; dan
- pemulihan fungsi pelayanan publik.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 59
- Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
- pembangunan kembali prasarana dan sarana;
- pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
- pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat;
- penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
- partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat;
- peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
- peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
- peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
PENDANAAN DAN PENGELOLAAN
BANTUAN BENCANA
Bagian Kesatu
Pendanaan
Pasal 60
- Dana penanggulangan bencana menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.
- Pemerintah dan pemerintah daerah
mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana yang bersumber dari
masyarakat.
Pasal 61
- Pemerintah dan pemerintah daerah
mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, huruf f dan Pasal 8 huruf d.
- Penggunaan anggaran penanggulangan
bencana yang memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, badan nasional penanggulangan bencana dan
badan penanggulangan bencana daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
Pasal 62
- Pada saat tanggap darurat, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana menggunakan dana siap pakai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf f.
- Dana siap pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.
Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut
mengenai mekanisme pengelolaan dana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 62 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
Dana untuk kepentingan
penanggulangan bencana yang disebabkan oleh kegiatan keantariksaan yang
menimbulkan bencana menjadi tanggung jawab negara peluncur dan/atau pemilik
sesuai dengan hukum dan perjanjian internasional.
Bagian Kedua
Pengelolaan Bantuan Bencana
Pasal 65
Pengelolaan sumber daya
bantuan bencana meliputi perencanaan, penggunaan, pemeliharaan, pemantauan, dan
pengevaluasian terhadap barang, jasa, dan/atau uang bantuan nasional maupun
internasional.
Pasal 66
Pemerintah, pemerintah daerah,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah
melakukan pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 pada semua tahap bencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
Pada saat tanggap darurat
bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengarahkan penggunaan sumber
daya bantuan bencana yang ada pada semua sektor terkait.
Pasal 68
Tata cara pemanfaatan serta
pertanggungjawaban penggunaan sumber daya bantuan bencana pada saat tanggap
darurat dilakukan secara khusus sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi
kedaruratan.
Pasal 69
- Pemerintah dan pemerintah daerah
menyediakan bantuan santunan duka cita dan kecacatan bagi korban bencana.
- Korban bencana yang kehilangan mata
pencaharian dapat diberi pinjaman lunak untuk usaha produktif.
- Besarnya bantuan santunan duka cita
dan kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pinjaman lunak untuk
usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah daerah.
- Tata cara pemberian dan besarnya
bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
- Unsur masyarakat dapat
berpartisipasi dalam penyediaan bantuan.
Pasal 70
Pengelolaan sumber daya
bantuan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 69
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 71
- Pemerintah dan pemerintah daerah
melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana.
- Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
- sumber ancaman atau bahaya
bencana;
- kebijakan pembangunan yang
berpotensi menimbulkan bencana;
- kegiatan eksploitasi yang
berpotensi menimbulkan bencana;
- pemanfaatan barang, jasa,
teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
- kegiatan konservasi lingkungan;
- perencanaan penataan ruang;
- pengelolaan lingkungan hidup;
- kegiatan reklamasi; dan
- pengelolaan keuangan.
Pasal 72
- Dalam melaksanakan pengawasan
terhadap laporan upaya pengumpulan sumbangan, Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat meminta laporan tentang hasil pengumpulan sumbangan agar
dilakukan audit.
- Berdasarkan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan masyarakat dapat meminta agar
dilakukan audit.
- Apabila hasil audit sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditemukan adanya penyimpangan penggunaan terhadap
hasil sumbangan, penyelenggara pengumpulan sumbangan dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 74
- Penyelesaian sengketa
penanggulangan bencana pada tahap pertama diupayakan berdasarkan asas
musyawarah mufakat.
- Dalam hal penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak
dapat menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan atau melalui
pengadilan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
- Setiap orang yang karena
kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi
dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(3) yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda atau
barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 76
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau
paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) tahun atau
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan
sengaja menghambat kemudahan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan
sengaja menyalahgunakan pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65, dipidana dengan pidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 79
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78 dilakukan oleh korporasi,
selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai
dengan Pasal 78.
- Selain pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
- pencabutan izin usaha; atau
- pencabutan status badan hukum.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
Pada saat berlakunya
undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan undang-undang
ini.
Pasal 81
Semua program kegiatan
berkaitan dengan penanggulangan bencana yang telah ditetapkan sebelum
ditetapkannya undang- undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa
berlakunya berakhir, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 82
- Sebelum Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dibentuk, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana tetap dapat melaksanakan tugasnya.
- Setelah Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dibentuk, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
dinyatakan dibubarkan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Pada saat berlakunya
undang-undang ini, paling lambat 6 (enam) bulan, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana sudah terbentuk dan badan penanggulangan bencana daerah paling lambat 1
(satu) tahun sudah terbentuk.
Pasal 84
Peraturan pemerintah
sebagai pelaksanaan undang-undang ini harus sudah diterbitkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang ini.
Pasal 85
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Comments
Post a Comment