MAKALAH MANAJEMEN LINTAS BUDAYA Tentang “STRATEGIK SDM GLOBAL”
MAKALAH
MANAJEMEN LINTAS BUDAYA
Tentang
“STRATEGIK SDM GLOBAL”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :
1. Syahmi melati (18612010055)
2. Dina Melati (18612010069)
3. Saskia yolanda (18612010081)
4. Ayu Novrida (18612010067)
5. Teddi Ikram (18612010084)
6. Dimas fajrianto (18612010068)
7. M.Fiqi Ilahiya (18612010076)
Dosen Pembimbing : Anggi
Novendra,SP,MM
YAYASAN PENDIDIKAN PASAMAN
STIE PASAMAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Abad 21 diwarnai oleh era globalisasi;
kesiapan pemerintah dalam menghadapinya perlu didukung oleh para pelaku bisnis
dan akademisi. Strategi SDM perlu dipersiapkan secara seksama khusunya oleh
perusahan-perusahan agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di
tingkat dunia. Perdagangan bebas tidak hanya terbatas pada ASEAN, tetapi antar
negara-negara di dunia.
Situasi tersebut akan merupakan suatu
ciri khas dari era global. Untuk mengantisipasi peragangan bebas ditingkat
dunia, para pemimpin negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA
(ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing
regional karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi
tarif/bea maupun menghilangkan hambatan tarif. Tarif diperkirakan akan berkisar
sekitar 0 – 5 persen, berarti relatif sangat rendah.
Enam negara telah menanda tangani
persetujuan CEPT (The Common Effective
Preferential Tariff) yang pada dasarnya menyetujui penghapusan bea impor
setidak-tidaknya 60 persen dari IL (inclusion
list) pada tahun 2003. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 53.294 produk
dalam IL yang merupakan kurang lebih 83 dari semua produk ASEAN.
Globalisasi ekonomi dan sistem pasar
bebas dunia menempatkan Indonesia bagian dari sistem tersebut. Pada kompetisi
tingkat ASEAN saja, kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi
persaingan dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang
akan merupakan pangsa pasar yang potensial.
Bisnis baru akan banyak muncul, baik
yang merupakan investasi dalam negeri maupun yang merupakan investasi modal
asing. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Indonesia “kebanjiran”
barang-barang luar negeri seperti dari Cina, Taiwan dan Korea yang relatif
murah harganya. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya
bersaing dengan perusahaan didalam negeri namun mereka mau tidak mau harus
bersaing dengan perusahaan Multinasional dan perusahaan-perusahaan dari negara lain.
Perusahaan-perusahaan Indonesia dituntut
mampu bersaing secara profesional pada skala dunia (global) supaya dapat tetap
survive dan bahkan berkembang. Kotter (1992) mengingatkan bahwa globalisasi
pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi
yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatkan
peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin
kompetitif.
Banyak perusahaan-perusahaan di dunia
dan di Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memilih strategi perusahaan
yang tepat. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang tidak memperhitungkan
implikasi langsung strategi perusahaan tersebut terhadap sumber daya manusia.
Suatu contoh, suatu perusahaan yang
sebelumnya memilih strategi analyser dan bersifat sangat berhati-hati dalam
mengelola dan memanfaatkan peluang bisnis serta memiliki budaya perusahaan yang
cenderung konvensional, birokratis, kurang inovatif dan berorientasi lokal,
suatu saat mengubah strateginya menjadi prospector (pelopor). Perusahaan
tersebut akan mengalami banyak persoalan jika SDMnya dan budaya perusahaannya
tidak dikelola dengan efektif. Perusahaan dengan strategi prospector harus
didukung oleh SDM yang menganut nilai-nilai inovatif, tidak birokratis dan
fleksibel. Tanpa ada kesesuaian antara strategi perusahaan dan strategi SD,
maka hampir pasti perusahaan tersebut akan menghadapi kesulitan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan SDM yang sedang dilakukan di Indonesia?
2.
Menjelaskan Strategi SDM Global?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui SDM yang dilakukan di Indonesia
2.
Mengetahui Strategi SDM global
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Globalisasi dan SDM
Istilah globalisasi sebenarnya sudah
sering dipergunakan sejak beberapa tahun terakhir ini. Bahkan tidak sedikit
pelaku bisnis di dunia dan juga di Indonesia yang sudah memahaminya. Namun,
implikasi globalisasi pada manajemen sumber daya manusia tampaknya masih kurang
diperhatikan secara proporsional karena tolok ukur keefektifannya kurang
memiliki keterkaitan langsung dengan strategi
bisnis.
Fakta menunjukkan bahwa peranan manusia
dalam menunjang pengimplentasikan suatu strategi perusahaan, SBU (Strategic Business Unit) maupun
fungsional sangat penting dan menentukan. Banyak perusahaan yang telah
melakukan program-program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia
sebagai tanggapan dalam mengantisipasi suatu peruba¬han lingkungan yang sangat
cepat.
Namun yang perlu dipertanyakan adalah
"Tepatkah program tersebut dilaksanakan?" kalau jawabannya
"ya" pertanyaan lain yang muncul adalah dasar dan keefektifan
program, serta keterpaduan program tersebut secara holistik dengan misi, visi,
strategi serta budaya perusahaan. Jawaban pertanyaan ini penting sebagai dasar
mengevaluasi keefektifan program pengembangan secara keseluruhan. Alat ukur
keefektifan organisasi dan aktivitas sumber daya manusia perlu dirancang secara
profesional. Capital intellectual dan pengukurannya akhir-akhir ini sering
dipertimbangkan sebagai alternatif yang menjanjikan kendati peng-
implemantasiannya tidak semudah yang diperkirakan.
Pada abad 21 ini pelaku bisnis harus
pula mampu mengintegrasikan semua dimensi lingkungan hidup sebab masyarakat akan
"menuntut" tanggung jawab perusahaan akan faktor lingkungan tersebut.
Capra (1997) mengemukakan bahwa penggeseran paradigma mekanistik ke paradigma
holistik akan terus berjalan dengan sendirinya. Stakeholders akan jauh beragam
yang antara lain terdiri dari pemegang saham, karyawan, keluarga, pemasok,
pelanggan, komunitas, pemerintah, ekosistem. Optimalisasi keuntungan bukan
merupakan penekanan utama karena banyak faktor lain seperti misalnya SDM dan
ikut menentu¬kan kelangsungan hidup perusahaan.
Berbagai isu antara lain hak paten,
royalti, ecolabelling, etika berbisnis, upah minimum pekerja, tuntutan
pelanggan, lingkungan bebas polusi, dsb ikut mewarnai dunia usaha diabad ini.
Dengan perkataan lain, pelaku bisnis harus tanggap menghadapi berbagai isu tersebut
dengan bijaksana. Selain itu, flexibility dan continuous learning merupakan
karakteristik yang sangat penting dan yang sudah perlu dipertimbangkan oleh
pelaku bisnis untuk menjawab tantangan perdagangan bebas yang semakin kompetitif.
Globalisasi adalah suatu kenyataan dan
akan mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada kebanyakan aspek
bisnis di Indonesia. Untuk memenangkan persaingan di pasar global, perusahaan
harus berupaya antara lain dalam layanan yang luar biasa pada pelanggan, pengembangkan
kemampuan-kemampuan baru, produk baru yang inovatif, komitmen karyawan/wati,
penge¬lolaan perubahaan melalui kerja sama kelompok. Perusahaan ditun¬tut
berpikir global (think globally dan act locally) serta mempunyai visi dan
misi yang jauh berwawasan ke depan.
Mendapatkan calon karyawan yang
berkualitas dan professional di Indonesia tidak selalu mudah. Kenyataan
menunjukkan bahwa lebih dari seratus ribu lowongan pekerjaan di Indonesia tidak
terisi. Hal tersebut disebabkan antara lain karena ketidaksesuaian antara job
requirements dengan kompetensi calon. Bajak-membajak tenaga profesional dan
headhunting masih sering terjadi hingga saat ini. Tenaga profesional asing
masih banyak dipekerjakan untuk menduduki posisi-posisi tertentu terutama di perusahaan besar
yang berorientasi internasional. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa akan
lebih banyak lagi expatriate yang akan bekerja di Indonesia di mendatang.
Berdasarkan kenyataan ini, sedini
mungkin SDM handal dan berkompetensi tinggi harus disiapkan. SDM di negara kita
tampaknya masih kurang menunjukkan kompetensi yang diharapkan. Menurut BPS
(2000), pada tahun 1999 dari 1.2 juta pencari kerja yang memenuhi persyaratan
untuk 0.5 juta lowongan kerja hanya 0.4 juta orang. Hal ini jelas memberi
indikasi terjadi suatu mismatch antara kompetensi calon karyawan dengan
kompetensi yang dibutuhkan. Mengacu pada kenyataan ini, SDM kita harus
ditingkatkan sefektif mungkin.
Sumber daya manusia merupakan penggerak
roda pembangunan. Jumlah dan komposisinya terus berubah berkaitan dengan proses
demografi. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 141,2 juta tenaga kerja yang
sekitar 61.50 persen berada di pulau Jawa. Kendati, menurut BPS, tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah
angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja mengalami sedikit kenaikan dari
67,22 persen (1999) menjadi 67,75 persen pada tahun 2000 yang
mengidentifikasikan sedikit kenaikan mutu SDM, kita masih harus berupaya keras
meningkatkan mutu SDM dengan membandingkannya minimal dengan mutu tenaga kerja
di Asia Tenggara misalnya dengan Singapura dan Malaysia. Hamel dan Prahalad
mengatakan bahwa kompetisi pada masa depan tidak hanya dapat dilakukan dengan
redefinisi strategi namun perlu juga redefinisi peranan manajemen atas dalam
mencip¬takan strategi sebab itu peranan para pelaku bisnis dalam
mengidentifikasi bisnis masa depan, menganalisis, merencanakan,
menentukan/merumuskan serta mengimplementasi strategi yang tepat sangat
esensial dan menentukan misalnya melalui transformasi organisasi.
Taylor (1994) mengemukakan beberapa
tindakan yang harus dilakukan dalam melakukan transformasi organisasi agar
berhasil dan siap menghadapi masalahan-masalah di masa depan yaitu: a) strectch
goals yang mensyaratkan bahwa sasaran harus spe-sifik dan dapat diukur, b) visi
masa depan, c) struktur yang ramping, d) budaya baru yang mengacu pada
profesionalisme, keterbukaan dan kerjasama kelompok, e) berorientasi pada mutu
atau layanan berkelas dunia, f) manajemen prestasi; mensyaratkan setiap
individu memberikan produk berkualitas dan layanan yang memuaskan, g) Inovasi
menyeluruh, h) kemitraan dan jaringan kerja.
B.
Strategi Sumber Daya Manusia
Randall Schuler (1994), mendefinisikan
strategi sumber daya manusia strategi sumber daya manusia berkaitan dengan
misi, visi, strategi perusahaan, SBU (Strategy Business Unit) dan juga strategi
fungsional. Penentuan strategi sumber daya manusia perlu memperhatikan dan mempertimbangkan
misi, visi, serta strategi korporat, serta perlu dirumuskan secara logis, jelas
dan aplikabel.
Strategi sumber daya manusia mendukung
pengimplementasian strategi korporat dan perlu diterjemahkan dalam
aktivitas-aktivitas SDM, kebijakan-kebijakan, program-program yang sejalan
dengan strategi perusahaan. Ketidaksesuaian antara strategi SDM dan strategi
perusahaan akan mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan. Sebaliknya
kesesuaian antara strategi perusahaan dan strategi SDM perlu diupayakan
mendorong kreativitas dan inovasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan.
Strategi SDM berkaitan antara lain
dengan pembentukan suatu budaya perusahaan yang tepat, perencanaan SDM,
mengaudit SDM baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, serta mencakup pula
aktivitas SDM seperti pengadaan SDM (dari rekrutmen sampai pada seleksi), orientasi,
pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penilaian SDM.
Dalam menentukan strategi SDM,
faktor-faktor eksternal perlu dipertimbangkan mengacu pada future trends and
needs, demand and supply, peraturan pemerintah, kebutuhan manusia pada umumnya dan
karyawan pada khususnya, potensi pesaing, perubahan- perubahan sosial,
demografis, budaya maupun nilai-nilai, teknologi. Kecenderungan perubahan
lingkungan akan mempengaruhi perubahan strategi perusahanan yang juga berarti
bahwa strategi SDM pun perlu dipertimbangkan ulang, dan kemungkinan besar perlu
disesuaikan. Perubahan strategi SDM bukanlah sesuatu yang tabu namun perlu
dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Pengembangan dan pengimplementasian
strategi Sumber Daya Manusia yang dicerminkan pada kegiatan-kegiatan SDM
seperti pengadaan, pemeliharaan dan pengembangan harus sejalan dengan strategi
bisnis dan budaya perusahaan. Kemitraan dengan perusahaan lain merupakan
karakteristik untuk meningkatkan produktivitas dan prestasi perusahaan. Sebab
itu network structure dan budaya perusahaan yang mengacu pada inovasi,
kreativitas dan belajar berkesinambungan (continous
learning) akan merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan-perusahaan yang
ingin survive dan berkembang.
Desain ulang SDM (Redesigning Human
Resource) acapkali perlu dilakukan dengan seksama dan bijak agar sasaran
perusahaan dapat dicapai. Desain SDM berkaitan dengan desain pekerjaan yang
mengacu pada JCM (Job Characteristic Model). Hackman dan Oldham (1976)
mengemukakan bahwa JCM terdiri dari task identity, task significance, task
variety, authority dan feedback yang berimplikasi pada struktur organisasi.
Dengan perkataaan lain, desain ulang pekerjaan dapat dilakukan dengan mangacu
pada peningkatan kelima karakteristik tersebut. Pepsi Cola di Amerika Utara,
misalnya, merampingkan organisasi dan menempatkan pelanggan pada hirarki organisasi teratas
dan justru CEO pada tempat terbawah. BNI misalnya melakukan perubahan strategi
dan budaya perusahaan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di dunia
perbankan. Organisasi yang ramping (lean) tentu bukan segalanya kalau faktor-
faktor lain seperti aktivitas SDM, dan nilai-nilai organisasi tidak diarahkan
mendukung struktur tersebut. Dalam mendesain pekerjaan perlu juga
dipertimbangkan kompentensi, motivasi dan nilai-nilai karyawan.
Dalam menghadapi pasar bebas Asia (AFTA)
2003, mutu SDM Indonesia cukup mengkhawatirkan. Man power planning secara
nasional perlu dilakukan dengan seksama. Secara umum, mutu sekolah dan
universitas di Indonesia pun relatif lebih rendah dibandingkan mutu sekolah
atau universitas di Singapura dan Malaysia. Universitas- universitas terkemuka
Indonesia masih menduduki peringkat jauh dibawah sepuluh besar, padahal
universitas merupakan suatu wadah pendidikan dan pengembangan ilmu. Pendidikan
berperan besar dalam meningkatkan mutu SDM sebab itu mutu pendidikan di
Indonesia perlu ditingkatkan baik secara kuantitas maupun secara kualitas.
Kurikulum dan sistem belajar mengajar perlu ditinjau kembali dan ditingkatkan.
Pelatihan-pelatihan yang efektif perlu dirancang untuk meningkatkan kualitas
SDM.
Sementara itu di tingkat mikro,
perusahaaan-perusahaan perlu berperan aktif untuk ikut meningkatkan mutu SDM
baik. Perusahaan perlu mengkaji dan menganalisis kebutuhan dan kesenjangan SDM
terhadap strategi perusahaan masa kini dan masa mendatang. Aset SDM yang perlu
dievaluasi adalah bobot/kualitas dan potensi SDM yang dimiliki saat ini,
kebijakan-kebjakan SDM, sistem pengadaan, pemeliharaan dan pelatihan
pengembangan, nilai-nilai yang ada baik yang positif maupun yang negatif serta
kemampuan mengelola keragaman SDM. Berkaitan dengan aset SDM suatu perusahaan,
dalam menyusun strategi SDM perlu dievaluasi sejauh mana elemen-elemen
organisasi sudah sesuai dengan strategi korporat, SBU, visi, misi, sasaran
perusahaan. Disamping perlu dirancang suatu alat ukur (human resource
measurement) untuk mengetahui mutu dan kuantitas SDM, potensi SDM serta
keterkaitan strategi SDM dengan performance perusahaan. IGM Mantera, misalnya
mengemukakan pengukuran keberhasilan karyawan berdasarkan jenis ketrampi¬lan
yaitu a) untuk ketrampilan profesional dipergunakan vitality index dan b) untuk
ketrampilan manajerial diukur dari kesiapan suksesi.
Untuk mengevaluasi SDM
perlu dipertimbangkan empat faktor sebagai berikut:
1.
Tingkat strategis, antara lain misi, visi dan
sasaran organisasi .
2.
Faktor Internal SDM , antara lain:
aset SDM, kualifikasi SDM, aktivitas SDM : pengadaan, pemeliharaan, pelatihan
dan pengembangan, serta kebijakan-kebijakan
SDM.
3.
Faktor-faktor eksternal, antara
lain demografis, perubahan sosial, budaya, teknologi, politik, peraturan
pemerintah, pasar tenaga kerja dan isu Internasional (misalnya : HAM dan ekologi).
4.
Faktor organisasional, antara lain
struktur, strategi perusahaan, budaya perusahaan, dan strategi SDM.
Pertimbangan
Konseptual dalam Memilih Strategi SDM
Bisnis abad 21 yang seolah-olah dunia
semakin tanpa batas akan ditandai dengan perdagangan dunia yang kompetitif,
tuntutan pelanggan semakin tinggi, hak paten, faktor lingkungan, product life
cycle semakin pendek, inovasi produk cenderung meningkat. Isu-isu yang
berkaitan dengan karakteristik tersebut bahkan tak jarang menjadi topik-topik
yang menarik dan kadang kontraversial di media masa, misalnya ecolabelling,
ekosistem, ISO 9000, ISO 14000, AFTA, dll.
Continuous innovativeness perlu
dilakukan manun perlu didukung oleh kreatifitas karyawan yang tinggi.
Kekreativitasan organisasi harus dikembangkan melalui penanaman budaya
perusahaan yang direfleksikan pada aktivitas-aktivitas SDM. Perusahaan perlu
tanggap dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif yang tidak saja
dari Indonesia, tetapi juga dari luar Indonesia. Lingkungan yang kompetitif dan
turbulen ini menuntut struktur organisasi yang fleksibel yang didukung oleh
nilai-nilai profesional yang berorientasi pada keefektifan organisasi.
Pembudayaan nilai profesional perlu dilakukan dengan
seksama dan disertai sistem yang menunjangnya, misalnya pendelegasian dan
pemberdayaan. Peranan struktur organisasi harus berorientasi pada kebebasan
bergagasan bagi semua karya¬wan, keterbukaan, suasana belajar yang
berkesinambungan. Organisasi yang belajar (learning organization) merupakan
salah satu pendekatan yang tepat dalam mengembangkan sumber daya manusia untuk
mengantisipasi masa depan. Komitmen dan kemauan belajar semua tingkat
karyawan/wati merupakan modal dasar organisasi unggul masa depan. Paradigma
organisasi yang belajar (learning
organization) membahas pentingnya peranan learning dalam menunjang
keberhasilan perusahaan melalui SDM yang mengimplementasi paradigma tersebut.
Learning organization membahas lima komponen dasar sebagai berikut :
1.
Personal mastery membahas suatu
penguasaan terpadu dan tuntas suatu pengetahuan dan ketrampilan tetentu.
Belajar secara terus menerus merupakan konsekuensi logis dari komponen ini.
2.
Mental models memberi dorongan yang
kuat terhadap tindakan karyawan. Trust merupakan kunci seseorang dalam
membangun organisasi pembelajar. Komponen ini memberikan suatu arah cara bertindak
3.
Shared vision merupakan suatu
kekuatan atau dorongan agar karyawan secara bersama- sama komit dan mau belajar
secara terus menerus.
4.
Team learning merupakan proses
pengembangan individu melalui kelompok kerja dengan cara dialog dan diskusi.
5.
Systems thinking merupakan salah
satu komponen yang menyatukan dan memadukan komponen-komponen lain membentuk
suatu kesatuan yang bermakna.
Tidak jarang dalam meningkatkan
performennya, perusahaan perlu melakukan rightsizing agar fleksibilitas SDM
dalam mencapai sasaran perusahaan dapat tercapai. Akhir- akhir tindakan
downsizing menjadi sangat popular dan bahkan sering dilakukan tanpa
pertimbangan yang matang sehingga berakibat fatal karena banyak karyawan yang
tetap di perusahaan menjadi kurang bermotivasi. Prahalad dan Hamel (1994)
mengkritik downsizing yang tidak berorientasi pada kesehatan perusahaan.
Berdasarkan dengan keterkaitan strategi bisnis dan strategi SDM secara
sistematik, Sonnenfeld dan Peiperl (1991) mengembangkan suatu model tipologi
perusahaan dan implikasinya pada strategi sumber daya manusia sebagai berikut :
Fortress. Perusahaan menekankan pada
kelangsungan hidup. Keamanan terhadap pekerjaan kurang bahkan tidak dijamin.
Jenis perusahaan yang biasanya memiliki tipologi ini, misalnya hotel,
retailing. Stategi SDM adalah retrenchment. Pengem¬bangan lebih menitikberatkan
pada retensi bakat utama (retention of core talent). Pada umumnya, perusahaan
yang memilih strategi ini berada dalam lingkungan yang sangat kompetitif
sehingga implementasi strategi kurang sistematik dan konsisten.
Academy. Perusahaan menekankan pada
spesialisasi jabatan. Pada umumnya perusahaan yang bertipologi ini cenderung
merekrut fresh graduate kemudian diarahkan dan dibina menjadi specialist pada
pekerjaan tertentu. IBM pada beberapa waktu yang lalu cenderung bertipologi
ini. Strategi SDM yang dijalankan adalah pengembangan SDM. Pelatihan ekstensif
diberikan pada para recruitees, sebab itu jalur karier yang jelas biasanya
direncanakan dengan seksama. Turnover karyawan diupayakan serendah-rendahnya. Perusahaan
bertipologi ini berupaya membuka ceruk (niches) pasar. Kendati perusahaan
beriorientasi pada pembinaan karyawan dari awal, perusahaan kadang-kadang juga
merekrut outsider untuk posisi tertentu.
Club. Perusahaan bertipologi ini menekankan
loyalitas, komitmen, senioritas dan pengalaman. Pada club, para manajernya
cenderung generalist, sebab itu strategi SDM cenderung berorientasi pada
retensi, pemeliharaan, dan kontribusi kelompok. Karyawan lebih diarahkan dan
dikembangkan menjadi generalist. Kebijakan akan promotion from within lebih
disukai. Jika strategi perusahaan adalah low cost producer (defender), maka
tipologi ini tampaknya tepat. Perusahaan bertipologi ini berupaya meningkatkan
keefisienannya dalam mengendalikan biaya, memelihara mutu, dan mengutamakan
layanan pada pelanggan.
Baseball-Team. Perusahaan menekankan
pada inovasi. Kreativitas memegang
peranan penting pada perusahaan bertipologi ini. Penilaian prestasi
lebih berorientasi pada hasil. Redeployment karyawan cenderung sering terjadi,
sebab itu kendati para karyawan umumnya berbakat dan kapabel, komitmen mereka
cenderung rendah. Pengembangan berupa pelatihan tidak terlalu banyak dilakukan,
kalaupun dilakukan biasanya bersifat informal dan berkaitan dengan pekerjaan
yang sedang dilakukan karyawan.
Pendekatan tipologi ini mengarahkan pola
berpikir secara sistematik dan pragmatis, akan tetapi memasukkan suatu
perusahaan pada salah satu kategori tersebut tidak selalu mudah. Mengacu ada
setiap tipologi, perusahaan perlu mempersiapkan strategi SDM yang efektif
dengan mempertimbangkan antara lain penanaman budaya perusahaan yang sesuai,
mengimplementasi aktivitas SDM yaitu pengadaan, pemeliharaan, pelatihan dan
pengembangan secara tepat. Kekompleksan lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan kefleksibelan tipologi tersebut dan tam¬paknya perusahaan masa
depan cenderung memiliki perpaduan ciri ciri tersebut. Mengkaitkan konsep
tipologi strategi SDM dengan future predictable characteristics akan memberikan
gambaran peranan strategi SDM secara jelas yang kemudian perlu direncanakan
kegiatan-kegiatan (pratices) SDM yang
mendukung. Keflesikbelan strategi SDM penting mengingat kondisi bisnis masa
depan menuntut kreativitas dan inovasi dalam menghadapi kompetisi yang ketat.
Untuk melengkapi pemahaman ini, paradigma learning organization akan banyak
mengarahkan tindakan- tindakan SDM pada organisasi agar perusahaan dapat terus
hidup dan berkembang. Strategi sumber daya manusia masa depan harus mendukung
inovasi -- continuous innovativeness dan long-term employment oriented human
resources strategy -- untuk menjawab tuntutan pelanggan antara lain menghendaki
faktor-faktor mutu, fungsi, harga, layanan, dan kecepatan layanan.
C.
Aktivitas SDM dalam Menghadapi
Bisnis “Global”
Dengan mengacuh pada karakteristik
bisnis masa depan (globalisasi), serta memperhatikan masalah-masalah SDM yang
dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka perlu dirumuskan dan
diimplementasi strategi.
SDM yang tepat dengan mempertimbangkan
aktivitas-aktivitas manajemen antara lain sebagai berikut:
1.
Prediksi SDM perlu dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif melalui penelitian SDM.
2.
Rekrutmen dan seleksi harus
mendasarkan pada faktor kemampuan, kepribadian yang positif, bermotivasi
tinggi, nilai-nilai yang menunjang misi, visi serta strategi masa depan,
misalnya kreativitas, kemampuan berubah cepat, potensi berkembang, serta
berkemampuan dan kemauan belajar terus-menerus.
3.
Orientasi atau induction perlu dilakukan dengan
mendasarkan pada budaya perusahaan.
4.
Pelatihan serta pengembangan perlu
mengacu pada kompeten, motivasi dan nilai-nilai yang diharapkan serta hasilnya
harus dapat diukur.
5.
Pemeliharaan perlu dilakukan dengan
memperhatikan hak dan kewajiban karyawan secara seksama. Kompensasi yang
mendasarkan pada suatu pertimbangan yang efektif dan adil. Insentif atau
tunjangan harus dipertimbangan dengan seksama dan berdasarkan prestasi.
6.
Penilaian prestasi perlu
benar-benar menilai prestasi karyawan secara tepat dan berorientasi pada
pengembangan karyawan.
7.
Penanaman nilai yang menekankan
pada paradigma learning organization, dan budaya organisasi yang berorientasi
pada profesionalisme
8. Memperhatikan faktor-faktor eksternal---- strategi
perusahaan yang berorientasi global,
lingkungan bisnis
dan lain-lain.
9.
Jalur karier karyawan perlu
direncanakan dengan seksama dan secara transparan dikomunikasikan.
10. Struktur
organisasi seyogyanya cenderung ramping dan fleksibel dan mendorong komunikasi
lateral dan empowerment.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan dimulainya perdagangan bebas yang
antara lain: diawalinya realisasi persetujuan AFTA, pemerintah dan pelaku
bisnis harus siap menghadapinya dengan mempersiapkan strategi bisnis dan
khususnya SDM agar kita mampu bersaing dalam skala dunia. Mutu SDM harus
berorientasi kedepan, sebab itu continuous learning, fokus pada tim,
"empowerment, kreatif, mengaplikasi paradigma Learning Organization, the
rigth man on the right place, at the right time, and at the rigth company perlu
diaplikasi.
Profesionalisme manajemen, sistem informasi, budaya
perusahaan yang tepat, pemanfaatan teknologi, strategi fungsional lainnya perlu
secara terpadu mendukung pelaksanaan human resources practices yang sejalan
dengan strategi SDM, strategi perusahaan, misi dan visi, disertai kepemimpinan
yang handal, bermotivasi, berwawasan luas yang didukung oleh SDM yang
berkualitas dan berorientasi pada learning organization akan memungkinkan
perusahaan menghadapi persaingan bisnis dengan lebih percaya diri.
Ditingkat makro, dalam menghadapi
tantangan globalisasi perusahaan atau pelaku bisinis, pemerintah dan akademisi
perlu mengembangkan tenaga kerja nasional melalui program-program terpadu dan
nyata seperti misalnya penyusunan kurikulum pendidikan yang mengacu pada dunia
usaha, dan pemberian pelatihan-pelatihan praktis. Kendati, tugas cukup berat,
kita harus optimis dan segera menentukan dan menjalankan strategi yang tepat
dalam meningkatkan mutu SDM/tenaga kerja ditingkat nasional kita agar kita
tidak tertinggal jauh dalam percaturan bisnis dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Asean website, www.Aseansec.org.
Erve,
N.M.( 1998), Resonant Corporation, McGraw-Hill, USA Capra, F. (1997), The Web
of Life, GB, Harper & Colin
BPS (2000), Statistik Indonesia
Gilley,
J.W. & Maycunich, A.(2000), Beyond the Learning Organization, Harper
Collins Publishers, USA
Hackman, J. R.
& Oldham, G.R. (1976), Motivation Through the Design of Work: Test of a
Theory, Organizational Behaviout and Human Performance, August, pp. 250 –79
Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1994), Competing for the Future,
Harvard Business School, Press, Boston, MA
Konstadakopulus, D.
(2002), The Challenge of Technological Development for Asean, Asean Economic
Bulletin, vol 19 no 1. p 100-110.
Koter, P.J. & Haskett,
J.L. (1992), Corporate Culture & Performance, Free Press, Macmillan Press,
USA
Miles, R. &
Snow, C. (1978), Organizational Strategy, Structure & Process,
MacGraw-Hill, New York
Schulter, R.S. & Huber, L.V. (1993), Personnel & Human Resource
Management, Minn- West, St. Paul
Senge, P. (1990),
The Leaders’ New Work : Building Learning Organizations, Sloan Management
Review 32, no. 1, p 7-24
Comments
Post a Comment