MAKALAH HUKUM PERBANKAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH TERHADAP LIKUIDASI BANK

 

MAKALAH HUKUM PERBANKAN

TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH TERHADAP LIKUIDASI BANK

 

Description: Description: \\Rezky-01\My Documents\Downloads\Logo\Logo STIH copy.jpg
 

 

 

 

 

 

 

 

 


Oleh

Fitria Hayati Era Enjla

Nim :  1812565

 

Semester VI hukum

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM

YAYASAN PENDIDIKAN LUBUK SIKAPING PASAMAN

2021

 

 

 

KATA PENGANTAR

                                                         

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah.Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah HUKUM PERBANKAN dengan ini penulis mengangkat.Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikandan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

 

 

 

 

Ophir , 27Aapril 2021          

 

    Penulis     

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

            Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.[1]

            Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi pembayaran baik nasional maupun internasional.

            Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan keuntungan yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. Besarnya peran yang diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa di dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus di arahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter.

Apabila kita melihat kondisi perbankan pada era 1997-1998 yang mengalami krisis moneter, pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter semakin melebar menjadi krisis perbankan.[2]

             Masyarakat heboh dengan terjadinya 16 bank yang dilikuidasi. Mereka khawatir apakah uang mereka dapat dikembalikan secara utuh atau tidak, maklum selaku nasabah tidak mengerti apa yang mesti diperbuat. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional memudar. banyak dana yang hengkang dari bank–bank lokal berpindah ke bank asing, bahkan tidak sedikit yang di bawa ke luar negeri.

Dampak selanjutnya dari keadaan tersebut akan dapat mengancam perekonomian dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan masyarakat akan goyah terhadap bank atas perlindungan nasabah ketika terjadi likuidasi bank tersebut.

Apabila bank mengalami kesulitan likuiditas, kemungkinan besar terjadi efek yang menular khususnya apabila suatu bank di-rush, yaitu dananya diambil secara besar-besarnya oleh nasabahnya karena tidak adanya jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah.

Kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan bunga. Berdasarkan data-data yang diperoleh menunjukan, baik di Indonesia maupun di Negara-negara lain bahwa ada beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali.

            Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, pemerintah mengeluarkan jaminan kewajiban pembayaran bank umum atau dikenal dengan blanket guarantee yang merupakan financial safety net dengan keputusan presiden Nomor 26 Tahun 1998 dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 (Pasal 37). Atas dasar tersebut, penulis mencoba meneliti tentang perlindungan nasabah terhadap likuidasi bank yang dituangkan dalam makalah yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Likuidasi Bank”.

 

B.     Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana pengaturan likuidasi bank berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

2.      Bagaimana perlindungan hukum masyarakat penyimpan dana/nasabah ketika terjadi likuidasi bank?

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengaturan Likuidasi Bank

            Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan jo Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2004 jo UU No. 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 3 Tahun 2008, bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan likuidasi dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan yang sebelumnya dilaksanakan oleh Bank Indonesia.[3] Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan itu ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank, yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara.

            Penjamin simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang dibentuk oleh pemerintah sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelsaian atau penanganan bank gagal.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan dan membayar premi penjaminan.[4] Apabila bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut terlebih dahulu sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselsaikan melelui proses likuidasi bank.

            Pemebentukan LPS ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Ketentuan dalam Pasal 37 B Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat dibentuk Lemabaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berbentuk badan hukum dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.[5]Pembentukan LPS tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Indonesia dalam rangka untuk mendukung sistem perbankan nasional yang sehat dan stabil, maka dilakukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank dengan membentuk suatu lembaga yang independent yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program penjaminan simpanan nasabah bank dimaksud yaitu LPS. Ketentuan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan fungsi dan tugas LPS. Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.[6] Kemudian Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan, bahwa LPS melaksankan fungsi penjaminan tersebut bagi bank berdasarkan prinsip syariah, yang lebih lanjut ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

 

B.     Perlindungan Nasabah Terhadap Likuidasi Bank

            Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, Hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan sekecil kecilnya.[7] Apabila dikaitkan dengan hukum mengenai peran perbankan dalam melindungi nasabah ketika terjadi likuidasi bank maka mengacu pada Peraturan Perbankan Indonesia, yaitu bahwa hukum memberikan perlindungan terhadap nasabah dengan cara:

1.      Perlindungan secara implicit (Implisit deposit protection), yaitu: perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan uasaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi resiko pada nasabah.

2.      Perlindungan eksplisit (Eksplicit deposit orotection), yaitu : perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.[8]

 

Bahwa hakikat dari perlindungan Hukum tersebut adalah melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah seharusnya/sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan Hukum itu.

Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank, demikian juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek pemodal (capital), kualitas asset, manejemen, likuiditas, dan lain-lain misalnya dalam perlindungan nasabah mengenai perlindungan pemberian kredit pada nasabah.[9]

             Dalam hubungannya perlindungan dengan perlindungan kepentingan-kepentingan nasabah dalam kegiatan bank di bidang rehabilitas ini, diperlukan pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin bahwa dana nasabah yang disimpan pada bank terjamin pengambilanya. Misalnya, apabila suatu bank dilikuidasi, nasabah dari bank yang bersangkutan akan memperoleh penggantian dananya dari lembaga penjamin.

Berbicara tentang perlindungan Hukum menurut KUHPerdata, bagi nasabah, pada dasarnya perlindungan Hukum diperlakukan oleh nasabah, baik nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditor, juga nasabah penerima kredit atau disebut nasabah debitur serta pengguna jasa perbankan. Apabila dikaitkan dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang memasukan nasabah bank sebagai konsumen, maka dasar hubungan Hukum kedua belah pihak adalah berakar dari suatu perjanjian. Hal ini tampak dari Pasal 2 angka 5 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Disebutkan bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan uang dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.[10]

            Dalam rangka memperoleh kembali dana yang disimpananya juga dengan bunganya apabila dimungkinkan, maka pada dasarnya nasabah merupakan pihak konkuren yang mendapat perhatian pertama untuk dibayar dari hasil penjualan harta kekayaan bank yang bersangkutan sebagaimana dicantumkan dalam PP No. 25 Tahun 1999 ayat (2) huruf a, sehingga nasabah yang dirugikan oleh nasabah bank yang bermasalah dan dilikuidasi dapat meminta hak atas dasarnya dengan menggugat ke pengadilan, baik secara class action maupun perorangan.

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka dapat diberikan kesimpulan mengenai perlindungan terhadap nasabah mengenai likuidasi suatu bank telah diantisipasi oleh pihak bank sendiri melalui perlindungan secara implicit dan explicit dimana keduanya sudah dijelaskan di atas dan diatur dalam UU Perbankan. Disamping itu Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank, demikian juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek pemodal (capital), kualitas asset, manejemen, likuiditas, dan lain-lain misalnya dalam perlindungan nasabah mengenai perlindungan pemberian kredit pada nasabah, yang mana pembinaan dan pengawasan tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kelancaran operasional bank agar tidak terjadi permasalahan yang mempengaruhi kesehatan bank.

 

B.     Saran

            Dari pembahasan diatas mengenai perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank, maka penulis dapat memberikan saran yaitu bagi pihak bank terkait transparansi kesehatan bank mungkin agar selalu diumumkan keadaan atau kesehatan bank, baik melalui media massa atau melalui website, karena seluruh kelancaran dan kelangsungan operasional bank ini berdasar pada kesehatan bank itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar para nasabah mengetahui resiko terhadap dana simpanannya. Disamping itu hendaknya juga pihak bank memberikan perlakuan yang sama terhadap nasabah penyimpan dana baik yang kecil maupun yang besar. Untuk menghidari terjadinya likuidasi bank hendaknya dari pihak bank menjaga kesehatan bank dengan mematuhi peraturan perundang-udangan yang berlaku dalam operasional perbankan.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

  

Asikin Zainal, “Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, Jakarta: Perdana Media, 2005.

 Prabowo Shidqon, “Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah” Semarang: Unwahas, 2010.

 https://kinerjabank.com/catatan-setelah-penutupan-16-bank-dalam-likuidasi-tahun-1997

 http://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang

 [1] Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta: Kencana,2005), hlm. 7

[2] Gusary,”Catatan Setelah Penutupan 16 Bank Dalam Likuidasi Tahun 1997”, diakses dari https://kinerjabank.com/catatan-setelah-penutupan-16-bank-dalam-likuidasi-tahun-1997/, pada tanggal 27 Agustus 2017 pukul 18.23 Wita

[3] Asikin Zainal, “Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Hlm. 235

[4] Lembaga Penjamin Simpanan, “Kewajiban Bank Peserta”, diakses dari http://www.lps.go.id/kewajiban-bank-peserta, pada tanggal 28 Agustus 2017 pukul 08.15 Wita

[5] Asikin Zainal, “Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Hlm. 234

[6] Lembaga Penjamin Simpanan, “Fungsi, Tugas & Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)”, diakses dari http://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang, pada tanggal 28 Agustus 2017 pukul 08.35 Wita

[7] Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta: Kencana,2005), hlm. 121

[8] Prabowo Shidqon, “Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah” (Semarang: Unwahas,2010), Hlm. 95

[9] Asikin Zainal, “Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Hlm. 40

[10] Prabowo Shidqon, “Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah” (Semarang: Unwahas,2010), Hlm. 96

 

 

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN MAGANG DI KANTOR URUSAN AGAMA PADA BAGIAN ADMINISTRASI

LAPORAN MAGANG BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT BIDANG ANGGARAN

MAKALAH FETAL SKULL FETAL POSITIONING MEKANISME PERSALINAN PRESENTASI VERTEX (OKSIPUT ANTERIOR DAN OKSIPUT POSTERIOR)