MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL
MAKALAH
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Disusun
Oleh Kelompok
1. DENI CHANDRA (18612010037)
2. SILVIA SAFITRI (18612010010)
3. DINA MELATI (18612010069)
4. MESI ANGGRAINI (18612010014)
5. AYU NOFRIZA (18612010067)
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN
INSTITUT
TEKNOLOGI DAN ILMU SOSIAL KHATULISTIWA
(
ITS KHATULISTIWA )
2023
Assalamu’alaikum wr wb.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak
yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik
materi maupun pikiran.
Dan harapan kami semoga
makalah
ini dapat menambah
pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Pujarahayu, 6 Juni 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………….………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …………….…………………………… 1
B. Rumusan
Masalah
…………….…………….…………………… 1
C. Tujuan …………….……………………………………………… 2
BAB
II PEMBAHASAN
……………………………..……….…………...…. 3
A. Pengertian Hubungan Industrial…………….. …...……………… 3
B. Fungsi Hubungan Industrial…………………. …...…….…….…. 4
C. Sarana Hubungan Industrial ……………...……………….…..…...4
D. Perselisihan
Hubungan Industrial……………………… …….....…6
E. Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial …...……..………….7
F. Pengertian
Manajemen Konflik …...…….…….………………... 11
G. Pandangan
Terhadap Konflik …………….....……...…………...
11
H. Jenis-jenis
konflik………………………………………………...11
I. Model Penyelesaian Konflik …………………….….....………… 12
BAB
III PENUTUP ……………………………..……….………………...…. 13
A. Kesimpulan …………….……………………...………………… 14
B. Saran
…………….…………………………………….………… 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di dunia, banyak
berdiri perusahaan skala kecil sampai skala besar baik di tingkat Nasional dan
di tingkat Internasional. Proses produksi perusahaan tidak terlepas dari
kontribusi pekerja/buruh. Kebutuhan pemenuhan permintaan pasar yang harus
dipenuhi oleh perusahaan menuntut pekerja/buruh bekerja secara cepat, tepat dan
efisiensi dengan target yang harus segera dipenuhi. UUD 1945 mengatur tentang
kebebasan setiap warga Negara untuk memperoleh pekerjaan dan imbalan yang
layak, yakni dalam Pasal 28 D ayat (2) perubahan menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak untuk mencari nafkah dengan bekerja serta mendapatkan upah dan
perlakuan yang layak dan adil dalam kegiatan kerja. Menurut UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa: “Hubungan Industrial adalah
suatu sistem yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1954”..Hubungan industrial yang berjalan dengan baik dan harmonis antara
pengusaha dan pekerja menjadi kunci utama untuk menghindari terjadinya konflik
yang bisa terjadi dalam hubungan industrial, termasuk salah satunya konflik
terkait PHK. Sehingga ketika hubungan yang baik dan kondusif itu terjalin dalam
proses hubungan industrial tersebut dapat meningkatkan taraf hidup pekerja,
serta memperluas peluang lapangan pekerjaan yang baru untuk menanggulangi atau
meminimalisir pengangguran di Indonesia.Akan tetapi, dalam hubungan industrial
pun tidak selalu berjalan dengan harmonis, realita/fakta yang terjadi sekarang
ini menggambarkan bahwa tidak selalu hubungan tersebut berjalan dengan baik dan
lancar. Setiap hubungan industrial akan terjadi perbedaan pendapat, perbedaan
kepentingan, serta perbedaan visi antara manajemen perusahaan dengan para
pekerja yang dapat memicu konflik dalam hubungan ketenagakerjaan yang terjadi.
Terdapat 4 macam/jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu ketidaksesuaian
hak,ketidaksesuaian kepentingan, ketidaksesuaian PHK serta ketidaksesuaian
antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan. Jenis-jenis
konflik diatas disebut dengan perselisihan hubungan industrial. Permasalahan
hubungan industrial menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI (penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial) yakni, “Perselisihan Hubungan Industrial
adalah perbedaan pemikiran yang mengakibatkan pertentangan antar pelaku yang
berkonflik, yakni antara manajemen perusahaan atau gabungan manajemen
perusahaan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya konflik terkait ketidaksesuaian hak, ketidaksesuaian kepentingan,
ketidaksesuaian PHK dan ketidaksesuaian antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam suatu perusahaan”. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang oprimal dalam
proses penanggulangan konflik hubungan industrial demi kelangsungan perusahaan,
kelangsungan hidup pekerja/buruh termasuk di dalamnya kelangsungan hidup
keluarganya, serta untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas perekonomian
nasional.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hubungan industrial?
2. Apa fungsi hubungan industrial ?
3. Apa sarana hubungan industrial?
4. Apa saja
perselisihan hubungan industrial?
5. Bagaimana penyelesaian
perselisihan hubungan industrial?
6. Apa pengertian
manajemen konflik?
7. Bagaimana pandangan terhadap konflik?
8. Apa saja jenis-jenis konflik?
9. Bagaimana model penyelesaian konflik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hubungan industrial
2. Untuk mengetahui apa saja fungsi hubungan industrial
3. Untuk mengetahui
apa saja sarana hubungan industrial
4. Untuk mengetahui
apa saja perselisihan hubungan industrial
5.
Untuk mengetahui bagaimana
penyelesaian hubungan industrial
6. Untuk mengetahui penertian manajemen konflik
7. Untuk mengetahui
bagaimana pandangan terhadap konflik
8. Untuk mengetahui apa saja
jenis-jenis konflik
9. Untuk mengetahui
bagaimana model penyelesaian konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN INDUSTRIAL
1. PENGERTIAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Istilah hubungan industrial
berasal dari industrial relation, merupakan perkembangan dari istilah hubungan
perburuhan (labour relations atau labour management relations).Istilah hubungan
perburuhan memberikan kesan yang sempit seakan-akan hanya mencakup hubungan
antara pengusaha dan pekerja. Pada dasarnya hubungan industrial mencakup aspek
yang sangat luas, yakni aspek sosial budaya, psikologi, ekonomi, politik,
hukum, dan hankamnas sehingga hubungan industrial tidak hanya meliputi
pengusaha dan pekerja saja, namun melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam
arti luas. Dengan demikian, penggunaan istilah hubungan industrial dirasakan
lebih tepat daripada hubungan perburuhan. Pengertian hubungan industrial dalam
ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No.13 Tahun 2003 menyatakan bahwa hubungan
industrial adalah suatu sistem hubungan yangterbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang 23 dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh dan pemirintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hubungan industrial
yang berlaku di Indonesia adalah Hubungan Industrial Pancasila, yang
merupakanhubungan antar pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,
pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian dan kebudayaan nasional Indonesial.Adapun ciri-ciri dari Hubungan
Industrial Pancasila adalah:
·
mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar
mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian kepada tuhannya, kepada
sesama manusia, kepada masyarakat, bangsa dan negara.
·
menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
·
melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan yang
bertentangan, akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan
perusahaan, karena dengan perusahaan yang maju semua pihak akan mendapatkan
kesejahteraan;
·
setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan
secara kekeluargaan.
·
terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam
perusahaan, keseimbangan itu dicapai bukan didasarkan atas perimbangan kekuatan
(balance of power), akan tetapi atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
Hubungan industrial merupakan
hubungan antara semua pihakyang terkait atau berkepentingan atasproses
produksibarang ataupelayanan jasadi suatu perusahaan, pihak yang
berkepentingan(stakeholder)dalam sebuah perusahaan terdiri dari: pengusaha atau
pemegang saham yang sehari-hari diwakili manajemen; para pekerja dan serikat
pekerja; para perusahaan pemasok; masyarakat konsumen; pengusaha pengguna, dan
masyarakat sekitar. Disamping para stakeholdertersebutpara pelaku hubungan
industrial telah berkembang dengan melibatkan para konsultan hubungan
industrial atau pengacara, para arbitrator, konsiliator, mediator, dan dosen;
serta hakim-hakim pengadilan hubungan industrial.
2.
Fungsi hubungan industrial,
yaitu :
a. Untuk menjaga kelancaran atau peningkatan
produksi
b. Untuk memelihara dan menciptakan ketenangan
kerja
c. Untuk mencegah dan menghindari adanya
pemogokan
d. Untuk ikut menciptakan serta memelihara
stabilitas nasional.Hubungan industrial akan serasi jika dikembangkan dan
dilaksanakan dengan baik, maka dapat membantu meningkatkan produksi, menambah
kemungkinan kesempatan kerja, dan lebih membantu menjamin pembagian yang merata
dari hasil pembangunan nasional. Di samping itu hubungan industrial ini dapat
membantu pemerintah dalam bekerja sama dengan organisasi-organisasi pengusaha
serta buruh. Jadi hubungan tersebut berfungsi sebagai motivator untuk
menggerakkan partisipasi sosial dan menyukseskan pembangunan sehingga tercipta
ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.
3.
Sarana hubungan industrial
Hubungan industrial akan
dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan.
Hubungan industrial dikatakan tidak berhasil apabila timbul perselisihan
perburuhan, terjadi pemutusan hubungankerja, terjadi pemogokan atau pengrusakan
barang dan tindak pidana lainnya.Agar hubungan industrial dapat berlangsung
dengan baik maka berdasarkan ketentuan Pasal 103 UU No.13 Tahun 2003ditentukan
sarana hubungan industrial, yaitu:
a. Serikat pekerja/serikatburuhSerikat
pekerja/buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
b. Organisasi pengusaha sama halnya dengan
pekerja, para pengusaha juga mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk atau
menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha sebagai
organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan
mitra kerja serikat pekerja dan pemerintah dalam penanganan masalah-masalah
ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk
menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke
tingkat kabupaten, provinsi hingga ketingkat pusat atau tingkat nasional.
c. Lembaga kerja sama bipartit, Setiap
perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih
wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit
berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan
di perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit terdiri atas
unsur pengusaha dan unsurpekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara
demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan.
d.
Lembaga kerja sama tripartit
,Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga
kerja sama tripartit terdiri dari:
·
lembaga kerja sama tripartit
nasional, provinsi dan kabupaten/kota;
·
lembaga kerja sama tripartit
sektoral nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
e.
Peraturan perusahaan,Peraturan
perusahaan adalah yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang
mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang di tunjuk.
f.
Perjanjian kerja bersama,Perjanjian
kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
g.
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan,
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan
sebelum bekerja, selama bekerja, dan sesudah bekerja. Peraturan selama bekerja
mencakup ketentuan jam kerjadan istirahat, pengupahan, perlindungan,
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.8.Lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrialBerdasarkan ketentuan Pasal 136 UU No.13 Tahun
2003 bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan
oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat
tidak tercapai, makapengusaha dan pekerja atau serikat pekerja menyelesaiakan
perselisihan hubungan industrial melalui prosedurpenyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.
4.
Perselisihan
Hubungan Industrial
Pengertian dan jenis-jenis perselisihan
hubungan industrial
Hubungan industrial pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum yang
dilakukan antara pengusaha dengan pekerja, namun adakalanya hubungan itu
mengalami suatu perselisihan. Perselisihan itu dapat terjadi pada siapa pun
yang sedang melakukan hubungan hukum.Joni Emirzon yang mengutip dalam buku Lalu
Husni memberikan pengertian konflik/perselisihan/percekcokan adalah adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan
sedang mengadakan hubungan kerja sama.18Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.2
Tahun 2004 pengertian dari perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.Atas dasar
pengertian tersebut, dapat ditarik unsur-unsur dari konflik/perselisihan tersebut,
adalah:19
1.
Adanya
pihak-pihak (dua orang atau lebih).
2.
Tujuan
yang berbeda yakni pihak yang yang satu mengkehendaki agar pihak yang lain
berbuat/bersikap sesuai dengan yang dikehendakinya.
3.
Pihak
yang lain menolak keinginan tersebut atau keinginan tidak dapt
dipersatukan.Pada dasarnya perselisihan hubungan industrial dapat dibedakan ke
dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
a.
Perselisihan
industrial menurut sifatnya:
§ Perselisihan
kolektif, yaitu perselisihan yang terjadi antara pengusaha/majikan dengan
serikat pekerja/serikat buruh, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.
§ Perselisihan
perseorangan, yaitu perselisihan antara pekerja/buruh yang tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha/majikan.
b.
Perselisihan hubungan industrial menurut
jenisnya
§ Perselisihan
hak, yaitu perselisihan yang timbul antara pengusaha/majikan atau perkumpulan
pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh, karena salah satu pihak dalam
perjanjian kerja atau perjanjian perjanjian kerja bersama tidak memenuhi isi
dari perjanjian kerja tersebut atau melanggar ketentuan hukum yangberlaku bagi
hubungan kerja yang telah mereka sepakati bersama.
§ Perselisihan
kepentingan, yaitu pertentangan antara pengusaha/majikan atau gabungan serikat
pekerja/serikat buruh sehubungan dengan tidak adanya persesuaianpendapat
mengenai syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.Sementara itu, dalam
Pasal 2 UU No.2 Tahun 2004 menyebutkan beberapa jenis perselisihan hubungan
industrial, yaitu:
1.
Perselisihan HakBerdasarkan Pasal 1 angka 2
UU No.2 Tahun 2004 perselihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak
dipenuhinya hak, akibat adanya 31perbedaan pelaksanaanatau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
2.
Perselisihan KepentinganBerdasarkan Pasal 1
angka 3 UU No.2 Tahun 2004 perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3.
Perselisihan Pemutusan Hubungan
KerjaBerdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No.2 Tahun 2004 perselisihan pemutusan
hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaianpendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
4.
Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat
Buruh Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No.2 Tahun 2004 perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena
tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan
kewajiban keserikatpekerjaan.
5.
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
Sebelum
diberlakukan UU No.2 Tahun 2004, penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial berdasarkan kedua undang-undang tersebut ternyata dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak dapat lagi
mengakomodasi perkembangan yang terjadi terutama mengenai hak-hak
pekerja/buruh.21Tidak hanya itu, proses penyelesaian perselisihannya juga
berbelit dan memakan waktu cukup lama sehingga dirasa kurang efektif.Prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU No.2
Tahun 2004 dapat diselesaikan melalui 2 (dua) jalur, yaitu penyelesaian di luar
pengadilan (non litigasi)dan penyelesaianmelalui pengadilan(litigasi).
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan dapat dilaksanakan melalui
perundingan bipartit dan perundingan tripartite (mediasi, konsiliasi,
arbitrase), sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
pengadilan dilaksanakan pada Pengadilan Hubungan Industrial.
a.
Penyelesaian Melalui Bipartit Perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Hal ini berarti
bahwa sebelum pihak atau pihak-pihak yang berselisih mengundang pihak ketiga
untuk menyelesikan persoalan diantara 33 harus terlebih dahulu memulai tahapan
perundingan para pihak yang biasa disebut sebagai pendekatan bipartit.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU No.2 Tahun 2004, perundingan bipartit adalah
perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan
pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.Penyelesaian
perselisihan melalui bipartit diatur dalam ketentuan Pasal 3 sampai dengan
Pasal 7 UU No.2 Tahun 2004.Penyelesaian melalui perundingan bipartit harus
diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya
perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak
menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Setiap perundingan
bipartit harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah
perundingan sekurang-kurangnya memuat:
§ Nama
lengkap dan alamat para pihak;
§ Tanggal
dan tempat perundingan;
§ Pokok
masalah atau alasan perselisihan;
§ Pendapat
para pihak;
§ kesimpulan
atau hasil perundingan; dan
§ Tanggal
serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan
Apabila
dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian
Bersama yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para
pihak. Perjanjian Bersama ini wajib didaftarkan oleh para 34pihak yang
melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Dalam hal Perjanjian Bersama
tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah di wilayahPerjanjian Bersama didaftar untuk
mendapat penetapan eksekusi.
b.
Penyelesaian Melalui Mediasi
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan apabila tidak
tercapainya kesepakatan dalam perundingan bipartit. Upaya penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi diatur dalam Pasal 8 sampai dengan
Pasal 16 UU No.2 Tahun 2004.Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU No.2 Tahun
2004adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Adapun pengertian dari
mediator berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU No.2 Tahun 2004 adalah
pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkanoleh Menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator
yang berada di setiap kantor instansi yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota. Dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan tertulis,
mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera
mengadakan sidang mediasi. Dalam hal tercapainya kesepakatan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian
Bersama yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh mediator dan didaftar
di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak
mengadakan Perjanjian Bersamauntuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Sedangkan apabila mediasi tidak mencapai kesepakan, maka:
§ mediator
mengeluarkan anjuran tertulis;
§ anjuran
tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerjasejak siding mediasi pertama kepada para pihak;
§ para pihak
harus sudah memberikan jawaban tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui
atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja setelah menerima anjuran tertulis;
§ pihak yang
tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
§ dalam hal
para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, para 36pihak harus sudah
selesai membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak
mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
§ dalam hal
anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak
atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.Mediator menyelesaikan
tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan.
c.
Penyelesaian Melalui KonsiliasiPenyelesaian
perselisihan hubungan industrial melaluikonsiliasi diatur dalam Pasal 17 sampai
dengan Pasal 28 UU No.2 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU No.2 Tahun
2004, Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah
penyelesaian kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau
perselsihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Adapun yang dimaksud dengan konsiliator berdasarkan Pasal 1 angka 14 UU No.2
Tahun 2004 adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai
konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan
wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan 37pemutusan hubungan kerja
atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.Penyelesaian oleh konsiliator dilaksanakan setelah para pihak
mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator
yangditunjuk dan disepakati para pihak. Dalam waktu selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah
dilakukan siding konsilisasi pertama.Dalam hal tercapai kesepakatan
penyelesaian melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani para pihak yang diketahui oleh konsiliator serta didaftardi
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar di wilayah
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Sedangkan apabila dalam hal tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka:
·
konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
·
anjuran tertulis dalam waktu
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama
harus sudah disampaikan kepada para pihak;
·
para pihak harus sudah memberikan jawaban
secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran
tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
menerima anjuran tertulis.
·
pihak yang tidak memberikan pendapatnya
dianggap menolak anjuran tertulis;
·
dalam hal para pihak menyetujui anjuran
tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran
tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat
Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian
Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
·
dalam hal anjuran tertulisditolak oleh salah
satu pihak atau para pihak, makapara pihak atau salah satu pihak dapat
melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat.Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima
permintaan penyelesaian perselisihan.
d.
Penyelesaian Melalui ArbitraseLembaga yang
berwenang menjadi wasit dalam perselisihan kepentingan, perselisihan
antarserikat pekerja adalah arbiter. Para arbiter ini dapat dipilih oleh para
pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh
menteri.Penyelesaian melalui arbitrase diatur dalam Pasal 29 sampai dengan
Pasal 54 UU No.2 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU No.2 Tahun 2004,
arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat
para pihak dan bersifat final. Sedangkan yang dimaksud dengan arbiter
berdasarkan Pasal 1 angka 16 UU No.2 Tahun 2004 adalah seorang atau lebih yang
dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan
oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanyab dalam satu perusahaan
yang diserahkan penyelesaiaannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat
para pihak dan bersifat final.Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
oleh arbiter diawali dengan upaya mendamaikan kedua pihak yang berselisih.
Apabila perdamaian tercapai, maka arbiteratau majelis arbiter wajib membuat
Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter
atau majelis arbiter. Namun apabila upaya perdamaian gagal, arbiter atau
majelis arbitermeneruskan sidang arbitrase.Putusan arbitrase mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang
bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
Perselisihan hubungan industrial yang 40sedang atau telah diselesaikan melalui
arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
e.
Penyelesaian Melalui Pengadilan Hubungan
IndustrialApabila penyelesaian secara bipartit maupun secara tripartite juga
gagal, maka penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat ditempuh
melalui Pengadilan Hubungan Industrial sebagai badan atau wadah yang memberikan
keadilan, sedangkan peradilan menunjukkan pada proses memberikan keadilan dalam
rangka menegakkan hukum.Pengadilan Hubungan Industrial adalah bentuk
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ditempuh sebagai alternatif
terkahir dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban para pihak yang
berselisih, melainkan hak.Berdasarkan Pasal 1 anngka 17 UU No.2 Tahun 2004,
Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan member
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Untuk pertama kali
Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri
Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya
meliputi provinsi yang bersangkutan.
B.
Manajemen Konflik
1.
Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen
konflik yakniupaya antisipasi yang diambil para pelaku yang berkonflik atau
pihak lain dalam usaha untuk menanggulangi konflik tersebut ke dalam hasil yang
diinginkan, sehingga proses penanggulangan konflik itu bisa atau tidak bisa
dapat berakhir dengan baik, damai, dan dapat membawa keharmonisan serta
menghasilkanpenyelesaian permasalahan/konflik melalui musyawarah mufakat serta
menghasilkan hal-hal positif lain, Ross, (1993). Dalam struktur organisasi di
lingkungan kerja, mengelola konflik dengan baik menjadi tanggung jawab
pimpinanyakni supervisor, middle manager, dan top manager, maka diperlukan
kerja sama dan saling berperan aktif untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap
produktif
2.
Pandangan terhadap Konflik
Dalam
hubungan organisasi, mau tidak mau, siap atau tidak siap, akan selalu terjadi
konflik yang keberadaan konflik tersebut akan selalu muncul dan kita tidak
dapat menghindarinya. Konflik yang terjadi dapat di pengaruhi karena perbedaan
pemikiran ataupunperbedaan tujuan serta kepentingan antar anggota organisasi
atau antar pelaku yang berkonflik. Konflik akan sering muncul dalam kegiatan
berorganisasi. Aktivitas organisasi yang sedang berkonflik memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
(1)
adanya perbedaan pemikiran atau pertentangan
dalam organisasi tersebut baik antar perseorangan maupun antar anggota kelompok
di organisasi tersebut.
(2)
adanya pertentangan guna mewujudkan visi
organisasi yang disebabkan perbedaan pemikirandalam memahamiprogram-program
yang dibuat oleh organisasi.
(3)
adanya pelanggaran etika dan norma yang
berlaku, yang dilakukan oleh perseorangan ataupun kelompok oganisasi.
(4) adanya sikapsaling acuh tak acuh,serta saling
menghalangi individu lain dalam perebutan ide dansumber daya yang dimiliki
organisasi tersebut.
(5) munculperdebatan dan pertentangan yang
disebabkan pengembangan ide-ide baru serta kreativitas yang baru muncul untuk
kepentingan kemajuan dan perkembangan organisasi di masa depan serta untuk
memenuhi tujuan-tujuan yang ingin dicapai di organisasi itu. Konflik mempunyai
sisi negatif dan sisi postif.Robbins (1996) mendefinisikan konflik yaitu suatu
proses yang terjadi bila seseorang merasakan dampak negatif atau merasa
dirugikan oleh pihak lain atau merasa pihak lain tersebut dapat memberikan
pengaruh negatif terhadap dirinya
3. Jenis-jenis Konflik
Dalam kegiatan organisasi, akan menjumpai
konflik atau pertentangan yang akan melibatkan antar individu ataupun antar
kelompok. Konflik tersebut mempunyai banyak jenis, hal ini seperti yang
dipaparkan oleh Stoner dan Wankel. Stoner dan Wankel mengatakan bahwa ada lima
jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.Konflik
dapat dilihat, dipelajari dari segi hubungan antar individu maupun
kelompok-kelompok orang yang terlibat. Jenis-jenis konflik yang disebutkan
diatas merupakan gambaran konflik seperti apa yang dapat muncul dalam kegiatan
berorganisasi.Sedangkan dampak yang dialami setelah proses terjadinyakonflik
setiap individu, kelompok maupun setiap organisasiberbeda, tergantung dari cara
individu, kelompok, atau organisasi itu dapat menafsirkan dan menanggulangi
konflik yang sedang terjadi.
4. Model Penyelesaian Konflik
Berdasarkan penekanan dan tingkatan tinggi
rendahnya cooperativeness dan assertivenessyang ada di perusahaan, maka Winardi
(1994), dalam bukunya Rusdiana (2015)membedakan model penyelesaian perselisihan
atau konflik menjadi 5 macam, yaitu: tindakan menghindari
(cooperativenessrendah-assertiveness),kompetisi atau komando otoritatif
(cooperativenessrendah-assertiveness tinggi), akomodasi atau meratakan(cooperativenesstinggi-assertivenessrendah),kompromis
(cooperativenesssedang-assertivenesssedang), kolaborasi
(cooperativenesstinggi-assertivenesstinggi). Selain itu, pemecahan masalah
tepat dipilih sebagai metode penyelesaian konflik apabila tidak terdapat
kepercayaan antar kelompok yang terlibat konflik, cara dominasi tidak mungkin
dilaksanakan karena kedua pihak sulit dipaksa atau tidak ada kewenangan untuk
menekan konflik, masing-masing pihak mempunyai perspektif yang berbeda dalam
membuat keputusan akhir. Orang-orangyang terlibat konflik mempunyai waktu luang
untuk mendiskusikan inti persoalan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau
berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan.
Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan sedemikian rupa agar aman,
harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat terus meningkatkan
produktivitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait atau
berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Pada
dasarnya hubungan industrial mencakup aspek yang sangat luas, yakni aspek
sosial budaya, psikologi, ekonomi, politik, hukum, dan hankamnas sehingga
hubungan industrial tidak hanya meliputi pengusaha dan pekerja saja, namun
melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam arti luas. Dengan demikian,
penggunaan istilah hubungan industrial dirasakan lebih tepat daripada hubungan
perburuhan. Fungsi hubungan industrial, yaitu :Untuk menjaga kelancaran atau
peningkatan produksi,Untuk memelihara dan menciptakan ketenangan kerja ,Untuk
mencegah dan menghindari adanya pemogokan,Untuk ikut menciptakan serta
memelihara stabilitas nasional. Manajemen Konflik Manajemen konflik
yakniupaya antisipasi yang diambil para pelaku yang berkonflik atau pihak lain
dalam usaha untuk menanggulangi konflik tersebut ke dalam hasil yang
diinginkan, sehingga proses penanggulangan konflik itu bisa atau tidak bisa
dapat berakhir dengan baik, damai, dan dapat membawa keharmonisan serta
menghasilkanpenyelesaian permasalahan/konflik melalui musyawarah mufakat serta
menghasilkan hal-hal positif lain, Ross, (1993).Dalam hubungan organisasi, mau
tidak mau, siap atau tidak siap, akan selalu terjadi konflik yang keberadaan
konflik tersebut akan selalu muncul dan kita tidak dapat menghindarinya.
Konflik yang terjadi dapat di pengaruhi karena perbedaan pemikiran
ataupunperbedaan tujuan serta kepentingan antar anggota organisasi atau antar
pelaku yang berkonflik. Konflik akan sering muncul dalam kegiatan
berorganisasi.
Saran
1.
Perselisihan/konflik yang berlarut-larut akan
merugikan para pelaku yang berkonflik, baik itu, pekerja, pengusaha maupun
pemerintah, maka saat terjadi konflik hendaknya menyegerakan untuk
menyelesaikan konflik tersebut, hal ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan
penyelesaian secara damai. Namun upaya yang lebih tepat adalah bagaimana
mencegah agar jangan sampai terjadi perselisihan perburuhan dengan cara
Peraturan Perusahaan, Kontrak kerja dapat dibuat dengan jelas. Sehingga tidak
akan memicu konflik.
2.
Sebagai upaya pencegahan, pemerintah harus
lebih optimal terhadap aspirasi yang muncul di kalangan pekerja maupun di
kalangan pengusaha. Hal ini dilakukan agar pemerintah bisa lebih cepat dalam
melakukan identifikasi apabila hal tersebut dapat memicu timbulnya konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Choerul. Manajemen Konflik Untuk
Menciptakan Komunikasi Yang Efektif (Studi
Kasus Di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia).
Moekijat. (1994). Koordinasi (Suatu Tinjauan
Teoritis). Bandung: Mandar Maju
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rusdiana, A. 2015. Manajemen Konflik. Bandung: CV
Pustaka Setia
Sofyandi, Herman dan Iwa Garniwa. 2007. Perilaku
Organisasional, Edisi pertama,cetakan pertama Yogyakarta: Graha Ilmu.
Simanjuntak. Payaman J. 2011. Manajemen Hubungan
Industrial Serikat Pekerja,
Perusahaan dan Peerintah.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Silalahi, Ulbert. 2011. Asas-asas Manajemen. Bandung:
Refika Aditama
Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik, Teori,
Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Huma .
Comments
Post a Comment